Self-harm adalah saat masalah emosi berujung pada menyakiti diri sendiri karena tidak ada cara lain yang bisa membantunya. Self-harm, umumnya terjadi ketika seseorang merasa tak bisa lagi memahami serta menangani masalah emosinya. Mereka cenderung menampung semua emosi serta rasa frustasi, tanpa pengelolaan yang baik dan ini sangat berbahaya. Melansir laman sehatq.com, beberapa tindakan ini misalnya melakukan sayatan/goresan paada tubuh dengan benda tajam, memukul diri sendiri, atau menusuk kulit sendiri. Penyebabnya bisa jadi karena sulit mengekspresikan emosi, tidak bisa mengatasi trauma, tekanan psikologis, dan sebagainya. Untuk menghadapi hal ini, seseorang perlu merasa bahwa ia tidak sendiri dan ada yang sayang dengan dirinya. Perlu mengetahui bahwa dirinya berharga dan tentu ada yang mencintainya. Segera cari distraksi dan lakukan hal yang membantu mengendalikan stres. Cobalah untuk menulis, menggambar meski abstrak, dan sebagainya. Karena, jika self-harm dilakukan dan berkelanju
Hari anak nasional diperingati mengingat bahwa anak-anak indonesia merupakan aset yang sangat penting dan berharga bagi bangsa ini.
Hari anak adalah acara yang diselenggarakan pada tanggal yang berbeda-beda di berbagai tempat di seluruh dunia. Hari anak internasional diperingati setiap tanggal 1 juni dan hari anak universal diperingati setiap tanggal 20 november. Negara lainnya merayakan hari anak pada tanggal yang lain. Perayaan ini bertujuan menghormati hak-hak anak di seluruh dunia.
Di indonesia, di bumikannya menyesuaikan dengan hari anak internasional, maka hari anak nasional diperingati setiap 23 juli sesuai dengan keputusan presiden republik indonesia nomor 44 tahun 1984 tanggal 19 juli 1984.
Peringatan hari anak di tanah air merupakan gagasan kongres wanita indonesia (kowani). Kowani adalah organisasi kaum perempuan indonesia yang embrionya tercetus sejak kongres perempuan indonesia I pada 22 desember 1928, atau beberapa pekan setelah sumpah pemuda.
Kowani, yang diresmikan tahun 1946, dalam sidangnya pada 1951 memutuskan beberapa kesepakatan. Salah satunya, menurut artikel dalam majalah rona (1988), adalah mengupayakan penetapan hari kanak-kanak nasional.
Upaya tersebut ditindaklanjuti dengan digelarnya pekan kanak-kanak pada 1952. Dalam kegiatan ini, anak-anak berpawai di istana merdeka dan disambut langsung oleh presiden sukarno.
Dalam sidang kowani di bandung yang dihelat pada 1953, pekan kanak-kanak indonesia dirumuskan lebih serius lagi. Kegiatan itu akan rutin dilaksanakan setiap pekan kedua bulan juli, atau saat liburan kenaikan kelas. Rekomendasi ini disetujui oleh pemerintah.
Namun, penetapan itu dinilai tidak memiliki makna dan nilai historisnya karena tidak merujuk kepada tanggal atau momen tertentu. Maka, dalam sidang kowani di jakarta pada 24-28 juli 1964, muncul berbagai usulan mengenai kapan tepatnya peringatan untuk hari anak-anak di indonesia.
Pada 1959, dikutip dari artikel “mencari jejak hari anal” tulisan budi setiyono dalam historia.id (22 juli 2018), pemerintah akhirnya menetapkan tanggal 1-3 juni untuk memperingati hari anak di indonesia, bersamaan dengan rangkaian peringatan hari anak internasional pada 1 juni.
Presiden sukarno seringkali hadir dalam perayaan hari anak ini. Maka, atas usulan kowani, tanggal 6 juni ditetapkan sebagai hari kanak-kanak indonesia. Alasannya, selain bertepatan dengan hari lahir bung karno (1 juni 1901), tanggal ini juga berdekatan dengan perayaan hari anak internasional.
Persoalan timbul lagi setelah runtuhnya orde lama dan usainya kekuasaan sukarno. Orde baru di bawah pimpinan soeharto berusaha menghapus semua kebijakan yang lekat dengan rezim sebelumnya, termasuk mengenai peringatan hari kanak-kanak indonesia yang memang bertepatan dengan hari lahir sukarno.
Dalam prosesnya, tanggal peringatan hari anak di indonesia sempat beberapa kali mengalami perubahan. Hingga akhirnya, soeharto mengeluarkan keputusan presiden (keppres) no. 44/1984 yang memutuskan bahwa hari anak nasional diperingati setiap tanggal 23 juli.
Mengapa 23 juli ? Pemilihan tanggal ini diselaraskan dengan pengesahan undang-undang tentang kesejahteraan anak pada 23 juli 1979. Peringatan han diselenggarakan dari tingkat pusat hingga daerah untuk mewujudkan indonesia sebagai negara yang ramah anak.
Peringatan hari anak nasional dimaknai sebagai kepedulian seluruh bangsa terhadap perlindungan anak indonesia agar tumbuh dan berkembang secara optimal dengan mendorong keluarga menjadi lembaga pertama dan utama dalam memberikan perlindungan kepada anak, sehingga akan menghasilkan generasi penerus bangsa yang sehat, cerdas, ceria, berakhlak mulia, dan cinta tanah air.
35 tahun setelah keppres ditetapkan, upaya untuk menjamin kesejahteraan dan perlindungan anak seolah menemukan rintangan besar. Betapa tidak, alih-alih mendapatkan perlindungan yang baik, anak-anak justru kian rentan menjadi korban kekerasan. Tengok saja hasil survei nasional pengalaman hidup anak dan remaja (SNPHAR) yang dirilis kementerian pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak (kemen pppa) pada 2018.
Survei menunjukkan, 2 dari 3 anak dan remaja di indonesia pernah mengalami kekerasan sepanjang hidupnya. Apa yang dialami anak itu meliputi kekerasan seksual, kekerasan emosional, dan kekerasan fisik. Sebagian kekerasan bahkan dilakukan oleh lingkungan terdekat, termasuk keluarga.
Tak cuma menjadi korban, survei juga menemukan anak sebagai pelaku kekerasan. Sebanyak 3 dari 4 anak melaporkan pernah melakukan kekerasan emosional dan fisik terhadap teman sebaya.
Indonesia sendiri telah turut meratifikasi konvensi hak anak pada september 1990. Dengan ratifikasi tersebut, indonesia berkewajiban untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan yang terkandung dalam konvensi hak anak. Termasuk di antaranya memberikan perlindungan agar anak terhindar dari kekerasan.
Dengan kemajuan teknologi menjadikan anak terbawa arus globalisasi yang menjurus hal negative, dimana kegiatan sex bebas, kekerasan antar teman sebaya dan bullying yang hilir mudik pemberitaannya di media televisi, cetak dan media sosial yang menjadi acuan anak zaman sekarang untuk mecontohnya, maka dari itu peran keluarga dan pemerintah harus terus di tingkat untuk mewujudkan cita – cita negara guna menghasilkan generasi penerus bangsa yang sehat, cerdas, ceria, berakhlak mulia, dan cinta tanah air.
Comments
Post a Comment