Self-harm adalah saat masalah emosi berujung pada menyakiti diri sendiri karena tidak ada cara lain yang bisa membantunya. Self-harm, umumnya terjadi ketika seseorang merasa tak bisa lagi memahami serta menangani masalah emosinya. Mereka cenderung menampung semua emosi serta rasa frustasi, tanpa pengelolaan yang baik dan ini sangat berbahaya. Melansir laman sehatq.com, beberapa tindakan ini misalnya melakukan sayatan/goresan paada tubuh dengan benda tajam, memukul diri sendiri, atau menusuk kulit sendiri. Penyebabnya bisa jadi karena sulit mengekspresikan emosi, tidak bisa mengatasi trauma, tekanan psikologis, dan sebagainya. Untuk menghadapi hal ini, seseorang perlu merasa bahwa ia tidak sendiri dan ada yang sayang dengan dirinya. Perlu mengetahui bahwa dirinya berharga dan tentu ada yang mencintainya. Segera cari distraksi dan lakukan hal yang membantu mengendalikan stres. Cobalah untuk menulis, menggambar meski abstrak, dan sebagainya. Karena, jika self-harm dilakukan dan berkelanju
Indonesia begitu banyak perjalan perjuangan untuk dapat merasakan kehidupan dengan kemerdekaan yang penuh dan kebebasan berkehidupan demokrasi yang tertata dengan aturan hukumnya. Kemerdekaan didapatkan dengan perjuangan tumpah darah para pahlawan. Sejarah menuliskan bahwa Indonesia merdeka di pelopori para kaum muda untuk merdeka dari tangan penjajah, atas sejarah perjuangan itu di bangun monument dan Patung sebagai bukti sejarah. Salah satunya adalah monument Patung Dirgantara, akan tetapi banyak generasi belum tahu apa yang dimaksud dengan keberadaan dengan monumen Patung Dirgantara.
Monumen Patung Dirgantara atau lebih dikenal dengan nama Patung Pancoran adalah salah satu monumen Patung yang terdapat di Jakarta.
Letak monumen ini berada di kawasan Pancoran, Jakarta Selatan. Tepat di depan kompleks perkantoran Wisma Aldiron Dirgantara yang dulunya merupakan Markas Besar TNI Angkatan Udara. Posisinya yang strategis karena merupakan pintu gerbang menuju Jakarta bagi para pendatang yang baru saja mendarat di Bandar Udara Halim Perdanakusuma.
Patung Pancoran (Patung Dirgantara) dibuat sekitar tahun 1964 – 1966 berdasarkan rancangan Edhi Sunarso. Patung ini dikerjakan oleh pematung keluarga Arca Yogyakarta PN Hutama Karya dan IR. Sutami sebagai arsitek pelaksana. Untuk proses pengecorannya, dilakukan oleh pimpinan I Gardono. Pengerjaan Patung sebenarnya selesai pada tahun 1964 di Yogyakarta, namun sempat mengalami keterlambatan karena adanya peristiwa Gerakan 30 September PKI tahun 1965 dan akhirnya selesai pada akhir tahun 1966.b Akan tetapi, bila Patung Pancoran diamati lebih dekat, permukaan Patung sebenarnya masih terlihat kasar. Banyak tambalan las penyambung antar satu bagian dengan bagian lainnya. Patung terlihat masih kasar dikarenakan Edhi Sunarso mengumpulkan semua barang yang terbuat dari perunggu, kemudian dileburkan dan beberapa bagian lainnya disambung. Meskipun begitu, bangunan Patung ini sangat kokoh karena adanya penopang yang melengkung setengah kurva tanpa tiang penyangga.
Ide pembuatan Patung ini sesuai dengan keinginan Presiden Ir. Soekarno yakni mengenai dunia penerbangan Indonesia (Dirgantara). Patung ini menggambarkan manusia angkasa, yang artinya menunjukkan semangat keberanian bangsa Indonesia didasarkan pada kejujuran, keberanian dan semangat mengabdi. Menurut Edhi Sunarso, Patung ini merupakan gambaran untuk memimpin penerbangan Indonesia agar lebih maju karena dulunya berada di belakang markas AU. Model yang memeragakan pose dari Patung ini adalah Ir. Soekarno dan wajah dari Patung ini adalah Edhi Sunarso.
Patung yang terbuat dari bahan perunggu ini berbobot 11 ton (terbagi dalam potongan-potongan yang masing-masing beratnya 1 ton) dan tinggi 11 meter. Sementara tinggi voetstuk (kaki Patung) 27 meter.
Pembersihan Patung Pancoran pertama kali dilakukan oleh Balai Konservasi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta pada tanggal 25 Agustus 2014. Proses pembersihan Patung Pancoran tidak bisa dilakukan sekali jalan, namun membutuhkan empat tahapan, yaitu:
1. Pembersihan tahap pertama menggunakan air bersih yang bertujuan untuk menghilangkan debu-debu yang menempel.
2. Pembersihan tahap kedua menggunakan ekstrak jeruk nipis yang bertujuan untuk menghilangkan polutan, oksidasi dan korosi (karat) yang ada di badan Patung. Setelah itu, badan Patung didiamkan selama 5-10 menit, lalu dibilas perlahan dengan air bersih.
3. Pembersihan tahap ketiga menggunakan bahan kimia senyawa alkali gliserol yang bertujuan untuk membersihkan polutan dan korosi akut. Biasanya bagian lekukan di tangan dan kaki karena bagian tersebut adalah bagian paling lembab, sehingga mudah mengalami korosi. Setelah bagian yang berkarat dilumuri cairan alkali gliserol, diamkan sejenak selama 5 menit, lalu dibersihkan menggunakan air bersih, kemudian dikeringkan dengan aseton.
4. Pembersihan tahap keempat yaitu Patung dibersihkan secara keseluruhan menggunakan air bersih. Untuk mempercepat pengeringan digunakan senyawa organik aseton yang bertujuan untuk mempercepat penguapan air yang ada di badan Patung. Setelah benar-benar kering, Patung diberi Paraloid B-72 yang dilarutkan dalam chlorothene yang berfungsi sebagai lapisan pelindung. Hal ini akan menjadikan Patung terlindungi dari berbagai macam faktor perusak lingkungan. Bila semua proses pembersihan selesai, Patung dapat terawat setidaknya sampai 5-10 tahun kedepan.
Pembersihan Patung membutuhkan waktu 7-10 hari dan dilakukan oleh 7 orang professional (ahli memanjat dan membersihkan Patung bersertifikat resmi). Para pekerja bekerja dalam 2 shift karena maksimal hanya 4 orang yang boleh berada diatas Patung untuk melakukan pembersihan.
Untuk melakukan pembersihan Patung dibutuhkan persiapan matang, yaitu:
1. Pemasangan alat keamanan dan keselamatan pada pekerja
2. Pemasangan konstruksi untuk memanjat Patung
3. Membuat ruang untuk mempermudah tim dalam melakukan pembersihan
Dilansir dari kompas.com, beragam mitos pun membalut Patung ini. Salah satunya adalah mitos ujung jari. Patung ini berdiri menghadap utara. Jarinya pun menunjuk ke arah yang jauh.
Arah jari menunjuk tersebut diyakini oleh sebagian kalangan sebagai penunjuk lokasi kekayaan rahasia milik Bung Karno. Namun, kalangan lain berpendapat arah telunjuk itu mengarah ke Pelabuhan Sunda Kelapa.
Ada pula yang berpendapat ujung jari ini merupakan perlambang sapaan dan sambutan bagi orang-orang yang baru tiba di Jakarta melalui Bandara Halim Perdanakusuma.
Menurut Edhi Sunarso, mitos tersebut bukan berdasar kajian ilmiah. Beliau mengatakan bahwa tidak ada indikasi seperti itu, Patung itu menurutnya merupakan gambaran untuk memimpin penerbangan Indonesia agar lebih maju karena Patung Dirgantara berada di belakang markas AU.
Comments
Post a Comment